SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI PONDOK PESANTREN BARKATUL HUDA

POST KIRI-KANAN

Kamis, 24 September 2015

Generasi Hafidz di Mesjid At-Taqwa



Anak-anak generasi Hafidz nampak sedang menghafal Al-Qur'an di sebuah Madrasah yang terletak di DKM At-Taqwa Kp. Cimawate Ds. Tarunajaya Kec. Sukaraja Kab. Tasikmalaya.

Hampir genap satu tahun lembaga ini kembali dipenuhi para pelajar tahfidz, anak-anak dari kampung Cimawate. Setelah sebelumnya tidak berjalan pengajian DKM ini, Ust. Indra Jaya salah satu alumni Pondok Pesantren Barkatul Huda Manonjaya dimukimkan disana. Alhamdulillah, berkat perjuangannya berhasil menghidupkan kembali suasana belajar anak-anak disana. Program yang dijadikan unggulannya adalah Tahfiz Qur'an. Menurut Ust. Indra, ketika baru pertama bermukim disana, pembelajaran anak-anak terlihat kacau tak menentu. Ini karena tidak ada seseorang yang fokus dalam mengurusinya. "Waktu saya pertama kesini, anak-anak memang sudah ada, tapi mereka tidak fokus dalam belajar, karena menggunakan tenaga pengajar seadanya. Saya berjuang keras dibantu oleh pemerintah setempat dan dukungan masyarakat, alhamdulillah hingga saat ini bisa menghidupkan kembali nuansa pembelajaran Al-Qur'an", tutur beliau.

Hafalan yang didahulukan adalah Juz 'Amma, juz terakhir dari Al-Qur'an. Namun sekarang ini menurut Ust. Indra, anak-anak sudah hampir semuanya hafal, sedikit demi sedikit mulai menghafal surat Yasin, Waqi'ah dan Tabarok.

Anak-anak yang ikut pengajian berjumlah sekitar 30 orang putra putri, berusia dibawah lima belas tahun. Waktu yang digunakan adalah ba'da shubuh, karena pada waktu tersebut otak para pelajar masih dalam keadaan fresh yang memudahkan materi masuk dalam IQ mereka. Ust. Indra memiliki harapan untuk anak didiknya. Beliau sangat bangga anak-anak generasi tahfidz bersemangat menghafal Al-Qur'an. "Saya yakin suatu saat mereka akan memegang teguh Al-Qur'an dan senantiasa mengamalkannya."

Cimawate, 20 September 2015
Indra Jaya,

Makan Ketupat Bareng Santri


Suasana Pagi di hari Idul Adha 1436 H, Seluruh santri beramai-ramai makan ketupat yang sebelumnya telah disediakan pengurus dengan pembagian jatah satu piring / orang.

Makan ketupat merupakan tradisi Islam ketika dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha. Kayaknya ketupat ini sudah menjadi rukun hari lebaran. Makan ketupat santri disini cukup meriah. Apalagi dihadiri oleh keluarga Dewan Pimpinan. Lokasinya di ruangan Madrasah lantai satu. Tentu saja santri putra pisah tempat dengan santri putri. Tepatnya, putra di ruangan sebelah kanan, putri di ruangan sebelah kiri.

Kesemangatan dan kemeriahan terdengar ketika para santri berteriak bercanda ria. Bagi mereka ini adalah moment penting untuk kebersamaan. Tak lupa sang dokumentar yang tanpa henti terus memfhoto disana-sini. Santri pun bergaya narsis ketika sang dokumentar mengarahkan fhotonya ke mereka. 

Sungguh luar biasa, moment yang paling berkenang ketika melihat para pelajar Islam berbagi kebahagiaan di hari lebaran ini.

Pelaksanaan Sholat Idul Adha di Barkatul Huda

Kamis, 24 September 2015

Pondok Pesantren Barkatul Huda Manonjaya Tasikmalaya melaksanakan sholat Idul Adha diikuti oleh seluruh santri dan masyarakat dari dua Desa.

Pagi hari menjelang waktu Dluha di Mesjid Barkatul Huda, Pimpinan Umum membuka acara dengan penerangan tata cara sholat Idul Adha. Dari mulai niat dan gambaran pelaksanaan Sholatnya. Kemudian dilanjutkan dengan hadoroh kepada baginda Nabi terlebih dahulu, agar mendapat keberkahan dalam pelaksanaan sholatnya.

Setelah itu, tibalah saatnya prosesi pelaksanaan. Pertama panggilan takbir dari Muraqqi yang kali ini dibawakan oleh Ust. Ade Yusuf, menantu dari Pimpinan Umum tanda sholat akan dimulai. Selesai panggilan takbir, majulah Imam (kali ini langsung Pimpinan Umum) dan membuka sholat dengan takbiratul ihram sebanyak 7 kali. Diantara ketujuh takbir, amalan yang dibaca adalah "Subhanalloh Walhamdulillah Walaa Ilaaha Illallah". Selanjutnya sholat seperti biasa dan pada rokaat kedua takbirnya sebanyak 5 kali. Sholat ied berjumlah 2 rakaat dengan berakhir bacaan salam.

Akhir dari prosesnya adalah khutbah ied, kali ini disampaikan oleh Dewan Pimpinan, KH. Aos Gaotsul Ibad. Sebelum sang Khatib menaiki mimbar, Muraqqi mengumandangkan takbir terlebih dahulu. Khatib menyampaikan khutbah tentang sejarah Idul Adha ketika masa Nabi Ibrahim, Ismail anaknya dan Siti Hajar Istrinya. Dari kandungan sejarah tersebut, khatib memberikan esensi untuk Idul Adha, dimana para jemaah diarahkan untuk mendalami perjuangan mereka dan mengamalkannya dimasa kini.

Sebuah tradisi di Islam, sebelum bubar dari tempat sholat, seluruh jemaah bermushofafah bermaaf-maafan sesama Muslim. Ini bertujuan supaya kita terbebas dari dosa hak adami yang selama beberapa bulan kebelakang teralami oleh sesama muslim.

Pelaksanan sholat berjalan dengan lancar dan semua Muslim berbahagia dihari itu.

Riyadloh : 4 Kunci Supaya Ningali Allah di Surga

Kamis, 24 September 2015

 
Poe anu jadi kabungah pikeun para Mu'minin, aya tilu. Dua di dunia, hiji di akherat.
1. Idul Fitri (lebaran Romadlon) di dunia
2. Idul Adha (lebaran Haji) di dunia
3. Ningali Dzat Allah di surga di akherat

Lebaran Romadlon jadi kabungah sabab saba'da lelah, payah, jerih, cape merangan hawa nafsu, ngajalani kawajiban, utamina saom sabulan, oge seluruh kegiatan anu terkait jeung saom. Beres tuntas sabulan ditutup, datang kabungah. Malah jalmi nu teu milu puasa ge marilu barungah. Numatak ieu poe dingaranan "Yaum As-Surur" (hari kabungahan).

Lebaran Haji jadi kabungah sabab sok sanajan teu pati gede gawe tur cape, da memang teu aya kawajiban saom, tapi dina eta poe dianjurkeun ku Rosul, motong hewan ngabagi-bagi daging hewan qurban. Malah sok sanajan kabagean saeutik, atawa bahkan teu kabagean, tapi karasana teh barungah sarerea.

Ningali Dzat Allah di surga, ieu kabungah nu teu aya bandingannana, sabab mangrupakeun ni'mat anu pang badag-badagna, teu bisa diitung loba jeung gedena, malah ku Rosul di sifatan فلاعين رآت ولاأذن سمعت ولاقلب بشر خطرت "Teu bisa katempo ku panon, teu bisa kadenge ku ceuli, teu bisa dikeretegkeun ku hate satiap jalma". Sakumaha aya dina dawuhan Allah :
وحوه يومئذ ناضرة  *  الى ربها ناظرة
"Raray-raray marahmay, maloncorong, barungah ningali Dzat Allah di surga".

Aya opat konci pikeun meunangkeun ni'mat pangbadagna buktosna ningali Allah di surga :
1. اكثار تلاوة القران  ; Ngalobakeun maca Qur'an
2. اكثار الصداقة  : Ngalobakeun shodaqoh
3. اكثار الاعتكاف فى المسجد : Ngalobakeun I'tikaf di Mesjid
4. اكثار أعمال الصالحات  : Ngalobakeun amal anu soleh

Rabu, 23 September 2015

MALAM TAKBIR DI BARKATUL HUDA



Suasana malam takbiran idul adha di Barkatul Huda nampak seperti yang ada pada Fhoto di Atas. Para Santri menggemakan takbir di luar halaman dan ada sebagian yang bertakbir di Mesjid. 

Di Barkatul Huda, jadwal takbirnya dibagi shift waktu, ini tujuannya agar semalam penuh Pesantren tidak kosong dari suara takbir. Sebagian para santri menggemakan takbir di depan kantor sekretariat dan difasilitasi sound system, mic dan beberapa alat musik tradisional. Mereka mengumandangkan takbir dengan nuansa nada diiringi dengan musik marawis.

Juga, di lantai depan asrama ada sebagian yang sibuk menyiapkan untuk penyembelihan besoknya. Mereka mengiris bambu seukuran tongkat kecil yang runcing. "Bambu ini untuk nyate kambing besok", kata Burhan sambil sibuk mengiris bambu.

Di bagian dalam Mesjid, ada juga yang setia bersuara takbir dengan fasilitas mic mesjid. Sekitar 5 orang rupanya shift nya adalah mengisi takbir di Mesjid. 

Kami para santri Barkatul Huda mengucapkan selamat hari raya Idul Adha 1436 H. 


KELUARGA BARKATUL HUDA GELAR ARFAHAN


Keluarga Pondok Pesantren Barkatul Huda mengadakan acara tahlilan pada hari Selasa, 22 September 2015 di rumah Pimpinan Umum, KH. Enjang Misbah. 

Acara tahlilan tersebut dilaksanakan dalam rangka mendo'akan salah satu saudara Pimpinan Umum, Imas dan suaminya Uyun, yang hendak melaksanakan wukuf di Arafah di tanah suci Mekah. Dengan tujuan tersebut, tahlilan itu masyhur diberinama Arfahan.

Menurut Pimpinan Umum, Wukuf di Arafah adalah inti dari pelaksanaan ibadah haji. Start awal dari rangkaian berat adalah hari tersebut. Karenanya, jemaah haji harus benar-benar dalam kondisi fit baik fisik maupun jiwanya agar mendapat titel mabrur.

Dengan dorongan do'a dari saudara-saudaranya yang ada dirumah, itu mempengaruhi aspek spiritual 
dalam pelaksanaan ibadah haji apalagi ketika start wukuf di Arafah.

Pada acara tersebut, tidak banyak yang disampaikan, hanya sambutan dari atas nama jemaah haji meminta do'a dari semua pihak, keluarga, tetangga dan masyarakat agar dikuatkan raga dan jiwanya dalam melaksanakan ibadah inti dari pelaksanaan haji. Prakteknya adalah hadoroh, tawasul kemudian dilanjutkan dengan pembacaan suroh yasin, dan diakhiri dengan do'a yang langsung disampaikan pimpinan umum.

Harapan Pimpinan Umum, Imas dan Uyun bisa mendapatkan titel haji mabrur dan mendo'akan semua yang ada di rumah agar memenuhi panggilan Allah ke tanah suci Mekah.

Jumat, 11 September 2015

GEMURUH ISTISHQO DI KOTA CIAMIS


Ciamis, Kamis 09 September 2015

Kota Ciamis dibanjiri oleh ribuan Jemaah yang hendak melaksanakan Ibadah Meminta Hujan (Sholat Istisqha), tepatnya di Lapangan Alun-alun depan Mesjid Agung, Taman Raflesia Ciamis.

Pelaksanaan Sholat Istisqha dihadiri oleh seluruh masyarakat dari berbagai kalangan. Dari kepemerintahan hingga ke dinas instansi, bahkan semua murid sekolah se kota Ciamis diikut sertakan dalam pelaksanaannya. Apalagi para pelajar pesantren atau santri dari seluruh pesantren yang ada di kota Ciamis, semuanya dikerahkan menuju lokasi pelaksanaan. Mereka meminta kepada Allah dengan hati yang ikhlas tanpa memandang kasta dan tahta, agar Allah segera menurunkan hujan karena sudah cukup lama Negri kita dilanda kekeringan.

Prosesi Shalat dilaksanakan dari mulai pukul 11.45 WIB diawali dengan berjamaah dzuhur, berakhir pada pukul 13.50 WIB diakhiri dengan shalat ashar. Yang menjadi Imam adalah Drs. Tatang dan sebagai Khotib adalah Drs. Fadlil Yani 'Ainu Samsi dari Pondok pesantren Darussalam Ciamis. Dalam khutbahnya beliau menerangkan betapa pentingnya Istighfar, karena mungkin kekeringan adalah sebagai peringatan dari Allah atas dosa yang selama ini kita lakukan. 

Shalat Istisqho adalah ritual ibadah yang disunnahkan ketika kita hendak meminta hujan. Prakteknya sama dengan sholat pada umumnya. Hanya yang membedakan adalah niatnya. kaifiyah ibadah selanjutnya adalah membalikkan selendang. Caranya, selendang bagian atas dipindahkan kebagian bawah, selendang bagian kiri dipindahkan ke bagian kanan. Ini adalah siloka dari berpindahnya musim kemarau menjadi musim hujan.

Setelah pelaksanaan Sholat, dilanjutkan dengan khutbah. Biasanya selesai khutbah diakhiri dengan bermushofahah, saling meminta maaf dari kesalahan antar sesama muslim. Ketika berada di puncak do'a yaitu do'a meminta hujan, semuanya harus dalam keadaan bersih dari dosa. Oleh karena itu, sebelumnya harus beristighfar meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Harapannya dari sekian banyak yang berdo'a, selalu ada diantaranya yang diijabah oleh Allah.

Kota Ciamis bergemuruh dengan Istighar, berteriak dengan do'a, bertakbir dengan hati yang ikhlas, meminta diturunkan keberkahan untuk kemakmuran negrinya.


Izal Faizal Amin

Riyadloh : Antara Hak Allah jeung Hak Manusa

KH. Enjang Misbah
Kamis 10 September 2015

Hak Alloh nyiptakeun sakabeh manusa malah jeung jin, hak manusa jeung jin kudu ibadah nyembah Alloh Dzat Maha Pencipta.

Hak Alloh ngahampura kana sagala dosa anu diperbuat ku manusa, hak manusa ulah migawe dosa anu ngahalangan kana panghampura Alloh saperti musyrik.

Hak Alloh ngabales kana amal perbuatan manusa hak manusa ngalobakeun amal kahadean anu layak kenging balasan hade ti Alloh.

Hak Alloh mere izin ka kanjeng Rosul saw pikeun syafaat / pembelaan ka ummatna, hak manusa ngahindar tina laku lampah anu matak teu di aku ummat ku kanjeng Rosul Muhammad SAW.

Hak Alloh ngaijabah kana do’a manusa, hak manusa ngadu’a ka Alloh kalawan yaqin kana ijabahna ti Alloh.

Rabu, 09 September 2015

Terjemah Jam'ul Jawami II

TAKHSIS﴿
(8 Makalah)
1.     Ngaran takhsis :
  قصر العام على بعض افراده
Hartosna : ngawungkulkeun lafad ‘am kana sawareh afrod na”.
Conto : جاء انسان الا زيدا  “geus datang manusa kajaba zaed”. Lafad insan eta teh loba afrodna nyaeta zaed, umar, bakar. Ku ayana lafad الا  eta insan nu datang teh diwungkulkeun kana sawareh afrodna nyaeta umar jeung bakar. Berarti nu datang teh bakar jeung umar tegesna mah sawareh afrod insan.

2.     Nu narima kana takhsis / nu bisa ditakhsis teh nyaeta hukum anu tumetep pikeun bingbilangan (متعدد) boh bingbilangan dina lafadna atawa dina ma’nana.
-         Conto متعدد لفظا : saperti فاقتلوا المشركين  lafad musyrikin eta teh bingbilangan dina lafadna buktosna jama mudzakar salim. Tah eta lafad musyrikin teh bisa ditakhsis.
-         Conto متعدد معنى  : saperti فلا تقل لهما اف  lafad “Uff” eta teh bingbilangan dina ma’nana nyaeta sakur-sakur bentuk milaraan. Da dina lafadna mah mufrod tapi ma’nana loba. Tah eta lafad “Uff” teh bisa ditakhsis.

3.     Batasan nepika sabaraha meunangna di takhsis kabagi 5 kaol :
a.     Kaol Haq
-         Lamun lafad ‘am na lain jama maka meunang nakhsis nepika nyesa hiji saperti keun lafad مَنْ atawa mufrod anu make alif lam
-         Lamun lafad ‘am na jama maka meunang nakhsis nepika nyesa pangsaeutikna jama nyaeta dua atawa tilu. Saperti lafad مسلمين مسلمات
b.     Qiil
Meunang nakhsis nepika nyesa hiji kalawan mutlak tegesna mah rek lafadna jama atawa lain jama
c.      Kaol Syadz
Teu meunang nakhsis nepika nyesa hiji kalawan mutlak
d.     Qiil
Teu meunang nakhsis kajaba sesa na teh goer mahsur tegesna mah teu ka itung, maka eta mah meunang. Lamun sesana mahsur tegesna mah kaitung keneh, maka teu meunang.
e.      Qiil
Teu meunang nakhsis kajaba sesana deukeut tina nu dituduhkeun ku ‘am na.

4.     Status kaumuman dina lafad ‘am naha masih berlaku atawa henteu na, aya dua gambaran :
-         Lamun dina عام المخصوص  (lafad ‘am anu ditakhsis) mah kaumuman nana masih keneh berlaku ngan secara tanawulna wungkul, tegesna mah mencakupna lafad ‘am kana sawareh afrod anu nyesa. Anapon dina segi hukumna mah status kaumumanna teu berlaku sabab aya sawareh afrod na nu teu kakeunaan ku hukum. Saperti geus nangtung kabeh jalma kajaba zaed kabeh jalma eusina teh zaed, umar, bakar, kholid jeung usman. Tah kaumuman kabeh jalma masih berlaku dina sawareh afrodna anu nyesa tegesna di si umar, bakar, kholid jeung usman. Ngan kaumuman dina hukum nangtung eta teu berlaku sabab aya nu teu kakeunaan ku hukum nangtung nyaeta zaed.
-         Lamun dina عام المراد به الخصوص  (lafad ‘am ngan nu dimaksud khos) mah kaumuman nana teu berlaku sama sakali rek segi tanawulna atawa segi hukumna. Da ieu mah lafad kulli nu dipake dina juz`i, maka kaasup majaz mim babi itlakil kull wairodatil juz.
Conto : الذين قال لهم الناس  lafad annas eta lafadna mah ‘am ngan nu dimaksud mah khos nyaeta Nu’aim bin Mas’ud Al-Asyja’i. atawa conto   ام يحسدون الناس  lafad annas didieu maksudna mah kanjeng nabi Muhammad SAW. Tah kaumuman dina lafad annas dina dua conto nu bieu eta teu berlaku sama sakali rek dina tanawulna atawa hukum na.

5.     Perkawis lafad ‘am anu ditakhsis (عام المخصوص) naha eta kaasup hakekat atawa majaz, kabagi 7 kaol :
a.     Qaol Al-Asybah (pendapat anu leuwih deukeut kana bener)
‘am almakhsus kaasup hakekat dina sawareh afrod anu nyesa saba’da ditakhsis. Sabab mencakupna lafad ‘am kana sawareh sesa takhsis eta teh kaya-kaya mencakupna eta lafad tanpa kudu aya takhsis.
 Conto : ان الانسان لفى خسر الا الذين امنوا وعملوا الصالحات   afrodna insan dina ayat ieu nyaeta aya 4 : jalma mu’min, jalma nu migawe amal soleh, jalma kafir, jalma nu teu migawe amal soleh. Tah lafad insan kaasup hakekat dina sawareh afrod sesa tina takhsis nyaeta jalma kafir jeung jalma anu teu migawe amal soleh.
Ieu pendapat teh sesuai sareng pendapat Syaikhul Imam rama na mushonnif, fuqoha alhanabilah, kalolobaan ti golongan hanafiyah jeung panglobana golongan syafi’iyah.
b.     Abu Bakar Ar-Rozi ti golongan hanafiyah.
‘am almakhsus kaasup hakekat lamun sesa afrodna goer munhasir / teu bisa kaitung.
c.      Pendapat Hiji Qaom
‘am almakhsus kaasup hakekat lamun tea mah ditakhsis ku takhsis anu teu bisa mandiri tegesna takhsis muttasil. Saperti ditakhsis ku sifat, syarat atawa istisna.
d.     Imam Haromaen
‘am almakhsus kaasup hakekat jeung majaz ngareken kana dua tinjauan nyaeta :
-         Lamun ditinjau tina segi mencakup kana sakabeh afrodna maka kaasup hakekat
-         Lamun ditinjau tina segi wungkul sawareh afrod nu kacakupna mah kaasup majaz
e.      Al-Aksar (kalolobaannana)
‘am almakhsus kaasup majaz kalawan mutlak sabab eta ‘am dipake dina lianti pamernahannana. Da pamernahan lafad ‘am mah mencakup kana sakabeh afrodna, ieu dipake dina sawarehna. Maka kaasup majaz.
f.       Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus kaasup majaz lamun diistisna tegesna mah ditakhsis ku istisna. Sabab eta ‘am geus teu dipake dina pamernahan nana tatkala eta ‘am diistisna.
g.     Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus kaasup majaz lamun mah diistisna ku goer lafad tegesna ku ‘akal

6.     Perkawis lafad ‘am almakhsus naha bisa jadi hujjah atawa henteu, kabagi kana 6 kaol :
a.     Al-Aksar (kalolobaannana)
‘am almakhsus jadi hujjah kalawan mutlak. Sabab geus dipake dalil ku para sohabat kalawan teu aya anu inkar.
b.    Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus jadi hujjah lamun ditakhsis ku anu tangtu, lain ku anu samar. Saperti فاقتلوا المشركين  di takhsis ku ahli dzimmah. Beda jeung ku anu samar saperti فاقتلوا المشركين  ditakhsis ku sawarehna musyrikin. Eta mah teu bisa jadi hujjah.
c.      Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus jadi hujjah lamun ditakhsis ku takhsis muttasil.
d.    Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus jadi hujjah dina sesa na lamun mah lafad umumna mere beja atawa mere gambaran kana sesana, tegesna sanajan can ditakhsis geus bisa katebak mukhossosna. Saperti dina lafad فاقتلوا المشركين  ku teu ditakhsis ge geus bisa katebak nu kudu dipaehan mah kafir harobi. Tah lafad ‘am nu kieu bisa jadi hujjah.
e.      Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus jadi hujjah dina pang saeutikna jama tegesna dina dua atawa tilu. Sabab eta nu yaqin na.
f.      Qiil (sawareh pendapat)
‘am almakhsus teu bisa jadi hujjah kalawan mutlak. Sabab terkadang ‘am almakhsus ditakhsis ku perkara anu can jelas, maka dimangmangkeun dina pamaksudan nana kajaba kudu ngadagoan heula qorenah.

Ieu perbedaan pendapat teh ceuk mushonnip lamun tea mah ‘am almakhsusna teu direken hakekat. Atuh lamun tea mah eta ‘am almakhsus direken hakekat, maka eta mah pasti bisa dipake hujjah.

7.     Lafad ‘am bisa dijadikeun pegangan tegesna diamalkeun kaumumannana ku urang, dina waktu jumeneng kanjeng nabi nyakitu deui saba’da wafatna, sateu acan ditalungtik tina ayana mukhossis.
Beda jeung pendapat ibnu suraij, sareng pengikutna nu nyebutkeun bahwa teu meunang ngamalkeun lafad ‘am samemeh ditalungtik tina ayana mukhossis. Sabab kemungkinan eta lafad ‘am ditakhsis.
Ngan ceuk mushonnip dijawab asal na ge teu aya mukhossis. Eta kemungkinan nu ceuk ibnu suraij mah teu kapikir di zaman nabi mah. Ngamalkeun ‘am di zaman nabi eta teh kumaha kajadian jeung situasi waktu harita, teu apal kahareupna aya takhsis atawa henteu na, matak pas aya hukum ‘am meunang langsung diamalkeun.

8.     Dina masalah nalungtik tina ayana mukhossis eta cukup ku “dzon” tegesna sangkaan yen henteu aya mukhosis,
Beda jeung pendapat Qodi Abu Bakar Al-Baqilani nu nyebutkeun teu cukup ku dzon, tapi kudu Qot’i.
Saur anjeunna Qot’i bisa hasil ku 3 gambaran :
1.     Ngabulak balik kana pemikiran
2.     Nalungtik tegesna neangan
3.     Masyhurna kalam imam kalawan teu aya saurang oge anu nyaritakeun mukhossis

BAB II
MUKHOSSIS
Mukhossis kabagi 2 :
1.     Mukhossis Muttasil
2.     Mukhossis Munfasil

Mukhossis Muttasil aya 5 :
1.     Istisna
2.     Syarat
3.     Sifat
4.     Goyah
5.     Badal Ba’di Minal Kulli

Mukhossis Munfasil aya 8 gambaran :
1.     Nakhsis Qur’an ku Qur’an
2.     Nakhsis Hadis ku Hadis
3.     Nakhsis Hadis ku Qur’an
4.     Nakhsis Qur’an ku Hadis Mutawatir
5.     Nakhsis Qur’an ku Hadis Ahadi
6.     Nakhsis ku Qiyas
7.     Nakhsis ku Mafhum
8.     Nakhis ku Fi’lu Nabi

FASAL I
 (MUKHOSSIS MUTTASIL)

Ngaran Mukhossis Muttasil :
ما لا يستقل بنفسه من اللفظ بأن يقارن العام
Hartosna : mukhossis anu teu bisa mencil dzatiahna tina lafadz ‘am na tegesna sok babarengan jeung lafadz ‘amna

Mukhossis Muttasil sadayana aya 5
1.     Istisna
2.     Syarat
3.     Sifat
4.     Ghoyah
5.     Badal Ba’dli Minal Kulli

A. ISTISNA
(11 Makalah)
1.     Ngaran istisna :
 الإخراج من متعدد بإلا أو إحدى أخواتها من متكلم واحد
Hartosna : ngaluarkeun tina anu bingbilangan ku lafad “illa” atawa salah sahiji babaturan illa, kaluar na ti mutakallim anu sahiji.
Conto : جاء الرجال الا زيدا

Ngan ceuk Qiil mah mutlak. Rek ti mutakallim hiji atawa mutakallim loba tetep kaasup patokan istisna.

Mun kaluarna ti beda mutakallim, saperti hiji jalma ngomong  جاء الرجال terus aya jalma sejen ngomong الا زيدا   maka eta omongan ceuk mushonnif laga tegesna teu jadi istisna. Ngan ceuk qiil mah kaasup kana istisna.

Lamun Alloh ngadawuh : فاقتلو المشركين   tuluy nabi ngadawuh الا أهل الذمة  maka eta mah qot’i kaasup istisna. Sabab nabi eta panyambung lidah na Alloh (kaya kaya mutakallimna hiji nyaeta Alloh) sanajan dawuh nabi teu kaasup Qur’an.

2.     Istisna Kabagi 2 :
1.     Istisna Muttasil,
2.     Istisna Munqote’
Ngaran Istisna Muttasil : ان يكون المستسنى بعض المستسنى منه
Hartosna : kabuktian mustasna eta sawareh tina mustasna minhu.
Conto : جاء القوم الا زيدا   eta zaed kaasup sawareh kaom.
Ngaran istisna munqote’ : ان لا يكون المستثنى بعض المستثنى منه
Hartosna : kabuktian mustasna lain sabagian tina mustasna minhu
Conto : ما فى الدار أحد الا الحمار  himar eta lain sawareh jalma

3.     Istisna wajib paantel jeung mustasna minhu na ceuk ukuran adat. Atuh teu nanaon mun kapisah ku ngarenghap atawa ku batuk.
Mung aya sababaraha pendapat anu nyebutkeun kana meunang kapisah, diantawisna :
·        katampi ti Ibnu Abbas
Meunang kapisah nepika sabulan, ceuk sakaol meunang kapisah nepika satahun, ceuk sakaol deui meunang kapisah salawasna. Eta kabeh riwayat katampi ti ibnu abbas.
·        katampi ti Sa’id bin Jubair
Meunang kapisah nepika 4 bulan
·        katampi ti ‘Atho jeung Hasan
Meunang kapisah ngan kudu di tempat eta keneh
·        katampi ti mujahid
Meunang kapisah nepika dua tahun
·        ceuk sakaol
Meunang kapisah salagi si mutakallim can ngobrolkeun pembahasan nu sejen
·        ceuk sakaol
Meunang kapisah asal kudu diniatan rek ngaistisna pas ngucapkeun obrolannana. Sabab mimitina ge rek ngamaksud ngaistisna. Maka kudu diniatan.
·        Ceuk sakaol
Meunang kapisah ngan dina kalamulloh wungkul. Margi di Alloh mah dawuhan nana teu aya anu leungit, ti qodimna mula oge eta istisna geus dimaksud. Beda jeung di lian Alloh.

Aya dawuhan Alloh غير أولى الضرر  lungsurna saba’da ayat لايستوى القاعدون من المؤمنين . eta teh kalebet istisna. Saur para ahli tafsir lungsurna teh dina satempat.
(ieu teh dipake dalil kaol nu terakhir. Oge sah dipake dalil kaol nu katampi ti ‘Atho jeung hasan)

Aya deui dalil nu dipake kaol kahiji, tegesna riwayat ibnu abbas, nyaeta dawuh Alloh
ولا تقولن لشيء إني فاعل ذالك غدا الا ان يشاء الله واذكر ربك اذا نسيت   
Hartosna : “Anjeun Ulah ngomong bahwa kuring nu migawe kana perkara isukan mah, kajaba lamun tea mah ngersakeun Alloh (meunang ngomong kitu lamun ngucapkeun insyaalloh). Mun anjeun poho ngomongkeun insyaalloh, maka anjeun kudu inget kana kersa Alloh”.  

Eta ayat adegan istisna tanpa aya Qayyid waktu. Makana sababaraha kaol nu katampi ti ibnu abbas beda-beda dina nangtukeun waktu na.

4.     Isti’mal dina Istisna Munqote’, naha kaasup isti’mal hakeki atawa majazi na, aya 5 kaol :
1.     Kaol kahiji : Kaol Ashoh
Istisna munqote kaasup isti’mal majazi sabab لتبادرغيره اى المتصل الى الذهن   gagancangan nana salianti munqote tegesna mah muttasil kana hate. nu gagancangan kana hate mah dina istisna muttasil, matak nu kaasup haqeqi mah istisna muttasil. Munqote mah kaasup majaz.
2.     Kaol kadua
Istisna munqote kaasup isti’mal haqeqi teu beda saperti istisna muttasil (kaya-kaya isytirok) alasan nana  لانها الاصل فى الاستعمال   sabab, hakekat eta teh jadi asal dina isti’mal. Kulantaran akur munqote jeung muttasil, maka isti’mal na ge akur hakekat. Nilik kana asalna isti’mal nyaeta hakekat.
3.     Kaol katilu
Istisna munqote kaasup isti’mal haqeqi, sabab kaasup nisbat tawatu antara munqote jeung muttasil. Tegesna mah akur dina qodrul musytarok na nyaeta المخالفة بإلا أو إحدى أخواتها  . Pangna diasupkeun kana nisbat tawatu, sabab ngajaga bisi aya sangkaan kaasup isytirok atawa majaz, tur padahal henteu.
4.     Kaol ka opat
Istisna munqote kaasup isti’mal haqeqi, sabab munqote jeung muttasil kaasup lafad anu musytarok. Sabenerna akur jeung kaol kadua. Tapi pangna dipisahkeun teh mungkin maksud mushonnip kaol kadua mah nyebutkeun hakekat dina munqote majaz dina muttasil. Sanajan sakanyaho kuring (mushonnif) mah teu aya nu nyaritakeu kitu.
5.     Kaol kalima
Tawakuf. Tegesna teu bisa dikanyahokeun naha isti’mal na teh hakekat dina duanana istisna, atawa dina salah sahijina, atawa dina qodrul musytarok na.

Upami ditela’ah, dina kalam istisna aya شبه التناقض   (siga pabentrok). Mimiti mustasna di isbat da kaasup dina hukum mustasna minhu, tuluy di nafikeun, dikaluarkeun tina hukum ku adawat istisna. Conto : جاء القوم الا زيدا  mimiti mah zaed teh di isbat, kakeunaan ku hukum nangtung da kaasup sebagian kaom, tuluy di nafikeun ku الا jadi teu kakeunaan. Tah nu kitu teh ngaranna syibhu tanaqud.
Atuh kumaha upami dina kalimah adad (bilangan)? upami di istisna ku adad deui aya gambaran syibhu tanaqud, sedengkeun dina adad mah teu bisa kitu, da nu jadi nash na teh hiji hijian nana. Atuh lamun nu di isbatkeun bilangan 10 tuluy di nafikeun 3 teh jelas jadi tanaqud ?
Tah dina adad mah teu aya istilah شبه التناقض  . Penerangan nana dina makalah ka 5 dihandap.

5.     Masalah استثناء فى العدد  (Istisna dina bilangan)
Aya conto لزيد عليّ عشرة الا ثلاثة   “kuring boga hutang ka zaed sapuluh kajaba tilu”
nu dimaksud ku sapuluh dina eta conto, aya 3 kaol :
1.     Kaol Ashoh
Nu dimaksud ku عشرة  didinya nyaeta sapuluh ngareken kana afrodna / hiji hijan nana / satuan nana, tuluy dikaluarkeun tilu, tuluy hukum disarandekeun kana sasesana dina kira-kirana nyaeta tujuh. Atuh hukum hutangna teh tujuh. Sanajan samemeh dikaluarkeunna dicaritakeun sapuluh. Kaya-kaya takdirna kieu :  له عليّ الباقي من عشرة أخرج منها ثلاثة  “kuring boga hutang ka zaed sasesana tina sapuluh anu dikaluarkeun tilu”. Jadi dina conto diluhur teu aya syibhu tanaqud da takdirna mah teu aya nafi, tapi nu aya ngan isbat.
2.     Al-Aktsar
Nu dimaksud ku عشرة  nyaeta tujuh, majaz mursal min dzikril kulli wa irodatil juz’i. Qorenah na nyaeta lafadz الا  
3.     Qodi Abu Bakar Al-Baqilani
Nu dimaksud ku عشرة الا ثلاثة  nyaeta ngalirik kana dua ngaran ; mufrod jeung murokab. Upami ngalirik kana mufrodna ma’na na tujuh, upami ngalirik kana murokkabna maka ma’nana sapuluh ngan dikaluarkeun tilu. Duanana oge ma’na isbat.

6.     Perkawis Batasan Istisna.
1.     لايجوز الاستثناء المستغرق
Teu meunang hukumna nyieun استسناء مستغرق  tegesna istisna anu meakkeun kana mustasna minhu, sabab euweuh pengaruhna dina hukum. Upami jalma ngucap له عليّ عشرة الا عشرة  “kuring boga hutang ka zaed sapuluh kajaba sapuluh”  maka hutangna tetep sapuluh.
Beda jeung kaol Syadz anu nyebutkeun meunang. Ieu katerangan teh aya coretannana, ku Mushonnip diisyarahan dina katerangan anu di tukil ku imam qorrofi tina katab Al-Madkhol karangan ibnu tolhah, bahwa jalma nu ngucapkeun ka pamajikanna lafadz أنت طالق ثلاثا الا ثلاثا  “maneh katolak tilu kajaba tilu”  eta teh teu tumiba tolakna. Dina harti tilu na dibeakkeun ku istisna. Berarti ceuk katerangan ieu mah sah/meunang istisna meakkeun mustasna minhu tegesna aya pengaruhna kana hukum.
2.     قيل ولا يجوز الأكثر من الباقي
Saur sapalih kaol, teu meunang istisna leuwih loba tibatan sesana. Conto : عشرة الا ستة  “sapuluh kajaba genep” ari sesana teh opat. Genep leuwih loba tibatan opat. Tah ieu teh teu meunang. Beda jeung lamun akur atawa leuwih saeutik tibatan sesana eta mah meunang.
3.     وقيل لا الأكثر ولا المساوي
Saur sapalih kaol, teu meunang istisna leuwih loba batan sesana, oge akur jeung sesana. Upami leuwih saeutik mah meunang.
4.     وقيل لا الأكثر ان كان العدد صريحا
Saur sapalih kaol, teu meunang istisna leuwih loba tibatan sesana lamun tea mah bilangan nana sorehah / jelas. Atuh lamun bilangan nana teu sorehah mah saperti خذ الدراهم الا الزيوف  “pang nyokotkeun duit kajaba anu lalecet”  tah nu lalecetna teh leuwih loba, ngan teu jelas sabaraha sabarahana, tah eta mah meunang.
5.     وقيل لايستثنى من العدد عقد صحيح
Saur sapalih kaol, teu meunang istisna ku bilangan jangkep/genap, conto : له مائة الا عشرة  “boga hutang ka zaed saratus kajaba sapuluh” upami bilangan hanjil mah saperti salapan, eta mah meunang.
6.     وقيل لايستثنى منه مطلقا
Saur sapalih kaol, bilangan mah teu bisa di istisna kalawan mutlak.
Gening aya dawuhan Alloh فلبث فيهم ألف سنة إلا خمسين عاما . tah eta mah cenah lain hukum nu ditetepkeun ku istisna, tapi kinayah tina “zaman anu lila”. Babahasaan saking lila dina zaman na. Saperti aya jalma ngarurusuh teu puguh, tuluy ceuk urang teh, “sabar atuh sabar ! sarebu tahun, nya, sabarna”. Tah eta teh lain berarti nangtukeun bilangan nana, tapi nyindiran kudu lila sabarna.

7.     Perkawis Faidah istisna
Faidah istisna aya dua :
1.     اثبات الحكم للمستثنى  / netepkeun hukum pikeun mustasna, piayaeun nana dina kalam nafi
2.     نفي الحكم عن المستثنى / ngeuweuhkeun hukum ti si mustasna, piayaeun nana dina kalam isbat

Saur mushonnif, istisna dina kalam nafi eta teh maedahkeun kana isbat. Nyakitu deui sabalikna, istisna dina kalam isbat eta teh maedahkeun kana nafi.
Beda deui jeung pendapat Abu Hanifah anu ngomentar dina faidah nu dua tadi (ceuk sakaol mah komentar abu hanifah dina nu kahiji wungkul).
Saur anjeunna kieu : mustasna ditilik tina segi hukum, eta teh kaasupمسكوت عنه , tegesna mah hukum nu teu dicaritakeun.
Saur Mushonnif mah, dina conto : ما قام أحد الا زيدا   (kalam nafi) eta nuduhkeun kana tetepna nangtung di zaed, dina conto قام القوم الا زيدا   (kalam isbat) eta nuduhkeun kana euweuhna nangtung di zaed. Tah saur abu hanifah mah henteu berarti kitu. Hukum nu aya di Zaed eta teh kaasup maskut. Jadi tina dua lafadz eta, kesimpulan nana, zaed can puguh hukumna, mungkin wae nangtung mungkin wae teu nangtung.

Dasar ikhtilafna kieu nyaeta mustasna ditilik tina segi hukumna, naha eta teh dikaluarkeun tina  mahkum beh atawa dikaluarkeun tina hukumna.

Dina conto قام القوم   eta teh mengandung dua ; mahkum beh na tegesna qiyam jeung hukumna tegesna tsubutul qiyam. Tatkala diucapkeun الا زيدا tah eta zaed teh:
-         Ceuk mushonnif mah dikaluarkeun tina qiyam, berarti kesimpulan na عدم القيام  henteu nangtung tea.
-         Ceuk abu hanifah mah dikaluarkeun tina hukum, berarti kesimpulan na عدم الحكم  teu kakeunaan ku hukum, berarti can puguh hukumna, mungkin wae nangtung mungkin wae teu nangtung.



Perkawis bingbilangan dina istisna, aya 3 gambaran :
1.     Mustasna na loba, mustasna minhu na hiji.
2.     Mustana na hiji, mustasna minhu na loba tur kaluaran tina jumlah
3.     Mustasna na hiji, mustasna minhuna loba tur kaluaran tina mufrod

8.     Lamun aya mustasna loba (bingbilangan) tumiba saba’da mustasna minhu nu sahiji, maka aya dua gambaran :
1.     Lamun silih ‘athafan maka sakabeh mustasna balik kana mustasna minhu nu hiji.
Conto : له علي عشرة الا أربعة والا ثلاثة والا اثنين  “kuring boga hutang ka zaed sapuluh kajaba opat jeung kajaba tilu jeung kajaba dua” maka kesimpulan hutangna hiji.
Opat balik kana sapuluh berarti sapuluh jadi genep, tilu balik kana sapuluh anu geus jadi genep berarti kaya-kaya genep kajaba tilu eusina tilu, dua balik kana sapuluh anu geus jadi tilu berarti kaya-kaya tilu kajaba dua eusina hiji.

2.     Lamun henteu silih ‘atafan maka aya 3 gambaran :
a.     Lamun henteu meakkeun kanu samemehna, maka kabeh mustasna balik kana nu samemehna.
Conto : له علي عشرة الا خمسة الا أربعة الا ثلاثة  “kuring boga hutang ka zaed sapuluh kajaba lima kajaba opat kajaba tilu” maka kesimpulan hutangna genep.
Sabab, tilu dikaluarkeun tina 4 eusina jadi hiji, eta opat nu geus jadi hiji dikaluarkeun tina 5 eusina opat, eta lima nu geus jadi opat dikaluarkeun tina sapuluh, jadi eusina genep.
b.     Lamun meakkeun kana samemehna maka batal kabeh tegesna teu sah istisna na.
c.      Lamun meakkeun kana salian anu kahiji saperti عشرة الا اثنين الا ثلاثة الا أربعة  maka kabeh balik kanu kahiji. Maka dina ieu conto eusina hiji.
d.     Lamun meakkeun kanu kahiji saperti عشرة الا عشرة الا اربعة   maka :
1.     Ceuk sakaol eusina sapuluh sabab dina nu kahiji batal adegan istisna na, otomatis nu kadua na ge batal. Jadi kaya-kaya teu di istisna.
2.     Ceuk sakaol eusina opat, sabab ngareken kana jadi na adegan istisna dina nu kadua. Sapuluh nu kadua di istisna opat, eusina genep. Tuluy eta genep ngaistisna kana sapuluh nu kahiji, jadi eusina opat.
3.     Ceuk sakaol eusina genep, sabab ngareken kana teu jadina adegan istisna nu kahiji tapi nu kadua mah masih jadi, jadi sapuluh nu kadua kaya-kaya euweuh da teu jadi. Kaya-kaya sapuluh kajaba opat, jadi eusina genep.

9.     Lamun aya mustasna hiji cicing saba’da mustasna minhu anu loba tur kaluaran tina jumlah, maka :
a.     Lamun pirang-pirang jumlah na silih atafan, maka eta istisna balik kana sakabeh jumlah kalawan mutlak. Kitu oge lamun sakira-kira pantes.
Conto : قام القوم وجاء الرجال وخرج الناس الا زيدا   , maka takdirna : ‘geus nangtung kaom kajaba zaed”, “geus datang lalaki-lalaki kajaba zaed”, “geus kaluar kabeh manusa kajaba zaed”. Eta zaed balik kana sakabeh mustasna minhu.
b.     Ceuk sapalih kaol, lamun kabeh jumlah dirangkaikeun pikeun tujuan anu sahiji, maka eta mustasna balik kana sakabeh mustasna minhu.
Conto : حبست داري على أعمامى ووقفت بستاني على أخوالى وسبلت سقايتى لجيرانى الا أن يسافروا
“kuring nyengker imah pikeun mamang ti bapa kuring, jeung kuring ngawakafkeun kebon pikeun  mamang ti indung kuring, jeung kuring nyadiakeun wadah cai pikeun tatangga kuring, kajaba lamun tea mah malusafir”.
tah eta jumlah dirangkai keun pikeun tujuan anu sahiji nyaeta ngadermakeun harta karena Alloh, maka kabeh ka takhsis ku bahasa musafir.
Lamun teu dirangkai keun pikeun hiji tujuan, maka eta mustasna balik kanu pandeuri.
Conto : أكرم العلماء وحبس ديارك على اقاربك وأعتق عبيدك الا الفسقة منهم
“anjeun kudu ngamuliakeun ulama, jeung anjeun kudu nyengker imah anjeun pikeun mamang anjeun, jeung anjeun kudu ngamerdekakeun abid anjeun, kajaba lamun tea mah pasek”.
Kulantaran antara ngamuliakeun, nyengker imah jeung ngamerdekakeun abid eta beda tujuan, maka si istisna na balik kanu pandeuri. Berarti nu ka takhsis teh ngan jumlah nu pandeuri wungkul. “perdekakeun abid anjeun ! kajaba anu fasik, eta mah ulah diperdekakeun”.
c.      Saur sapalih kaol, lamun kabeh jumlah di’atafan ku huruf wawu, maka eta mustasna balik kana sakabeh mustasna minhu. Beda jeung lamun ku huruf فاء  atawa ثم  eta mah si istisna balik kanu pandeuri wungkul.
Menanggapi ieu kaol, Imam Amudi memprediksi bahwa ketentuan kabeh jumlah ka takhsis ku istisna, eta teh dina jumlah nu diatafkeun ku huruf واو
d.     Saur Abu Hanifah jeung Imam Ar-Rozi  ala kumaha wae ge eta istisna balik kanu pandeuri wungkul sabab eta anu yaqin na.
e.      Saur sapalih kaol eta istisna teh isytirok antara balik kana sakabehna jeung balik kanu pandeuri wungkul (akur-akur keneh) sabab eta istisna dipake dina duanana. Ari asal dina isti’mal eta teh hakeki, berarti duanana oge kaasup haqeqi. Simpulna rek balik kanu pandeuri ge sok, rek balik kana sakabeh na ge sok. Duanana oge hakekat.
f.       Saur sapalih kaol mah tawakuf tegesna hese dikanyahokeun na, nu mana nu kaasup hakekat, naha balik kana sakabehna atawa balik kanu pandeuri wungkul ?
Ngan cenah bisa kanyahoan nana teh ku ayana qorenah. Mun jelas aya qorenah mah maka eta mah kumaha qorenah na bae teu kudu beda pendapat deui. Saperti :
-         Ayat : والذين يدعون مع الله الها آخر  dugika الا من تاب   (Al-Furqon : 68)
Dina eta ayat diceritakeun aya 3 jumlah, nyaeta: jalma anu musyrik, jalma nu sok maehan awak-awakan, jeung jalma nu sok zina, kabeh bakal di siksa, kajaba lamun tea mah tarobat.
Tah eta jelas istisna na balik kana sakabeh jumlah.
-         Ayat : انما جزاء الذين يحاربون الله ورسوله   dugika الا الذين تابوا   (Al-Maidah : 33)
Dina eta ayat dicaritakeun 2 jumlah, nyaeta : jalma-jalma anu merangan Alloh jeung rosul, jeung jalma-jalma anu nyieun karuksakan di bumi, maka hukumannana dibunuh, atawa dipancir atawa diteukteuk leungeunna atawa diasingkeun. Kajaba jalma-jalma anu tararobat.
eta ge sami istisna na balik kana sakabeh jumlah.
-         Ayat : ومن قتل مؤمنا خطأ   dugika الا أن يصدقوا  (An-Nisa : 92)
Dina ieu ayat dicaritakeun : jalma anu maehan karana teu kahaja, maka hukumanna dua, nyaeta ngamerdekakeun abid jeung mayar diat ka keluarga korban. Kajaba mun keluarga korban na gawe shodaqoh tegesna ngabebaskeun tebusan.
Didieu mah istisna na balik kana jumlah anu pandeuri tegesna kana diyat. Berarti tetep ngamerdekakeun abid mah kudu. Da teu ka istisnaan.
-         Ayat : والذين يرمون المحصنات ثم لم يأتوا بأربعة شهداء   dugika الا الذين تابوا   (An-Nur : 4)
Dina eta ayat dicaritakeun jalma nu nuding zina bari teu ngadatangkeun opat saksi, maka hukumannana tilu ; dijilid 80 kali, teu ditarima persaksianna salawasna, dicap jadi jalma fasiq. Kajaba lamun tea mah tobat.
Tah eta istisna na balik kanu pandeuri tegesna dicap jalma fasiq kajaba mun tobat, eta mah teu dihukuman fasiq,
Ieu istisna teu balik kana jumlah kanu kahiji tegesna kana dijilid, jadi sanajan tobat tetep dijilid mah kudu, sabab eta mah hak adami teu gugur kupedah tobat.
Ngan lamun balik jeung henteu na istisna kana jumlah nu kadua tegesna “teu ditarima persaksianana salawasna” eta mah ikhtilaf ;
·        ceuk imam syafii mah istisna balik kana jumlah nu kadua berarti teu ditarima jadi saksi salawasna kajaba lamun tobat, eta mah jadi ditarima deui persaksiannana.
·        Ceuk Imam Hanafi mah henteu balik cenah, maka sanajan tobat tetep salawasna teu ditarima jadi saksi.

10.          Lamun aya mustasna hiji tumiba saba’da mustasna minhu anu loba tur kaluaran tina mufrod, maka eta mah leuwih utama balik kana sakabehna.
Conto : تصدق على الفقراء والمساكين وأبناء السبيل الا الفسقة منهم
“sok sing daek sodaqoh ka faqir, miskin jeung ka ibnu sabil, kajaba lamun maranehannana farasek” tah kabeh mustasna minhu katakhsis ku bahasa fasiq.

11.          Dua Jumlah anu babarengan dina lafadzna gambaran make huruf ataf, maka eta teu ngudukeun kana akur dina hukum maskutna (hukum anu teu dicaritakeunna).

Beda jeung pendapat Abi Yusuf ti golongan hanafiah jeung Imam Muzani ti golongan syafi’iah , aranjeunna nyaurkeun dua jumlah nu di ‘atafkeun eta teh ngudukeun kana akur dina hukum maskutna.

Conto : hadis Abi Dawud : لا يبولن أحدكم فى الماء الدائم ولا يغتسل فيه من الجنابة
“ulah kiih dina cai anu cicing jeung ulah adus dina cai anu cicing”
Ieu hadis teh mengandung 2 hukum :
1.     Hukum mantuq na (anu dicaritakeunna) nyaeta النهي   panglarang kiih jeung adus dina cai anu cicing.
2.     Hukum maskutna (anu teu dicaritakeunna) nyaeta hikmah na nahyi nyaeta التنجيس  (nganajiskeun)

Saur Mushonnip kiih dina cai anu cicing eta teh matak nganajiskeun kana eta cai (mun cai na saeutik atawa caina barobah).

Tah saur Abi Yusuf mah adus ge sami matak nganajiskeun kana eta cai, dalilna pedah jumlah nu kadua di ataf keun kana jumlah nu ka hiji, hukum mantuqna kudu akur, hukum maskutna ge kudu akur.

Palebah dieu Imam Muzani teu satuju da dina madzhab syafi’i mah mun cai dipake adus eta teu kaasup najis tapi musta’mal. Saur anjeunna tetep hukum maskutna ge kudu akur, ngan didieu hukum maskutna teh lain التنجيس  tapi عدم الطهورية   tegesna henteu bisa nyucikeun. Kiih dina cai anu cicing matak ngaleungitkeun sifat mutohhirna, adus dina cai nu cicing ge matak ngaleungitkeun sifat mutohhirna.

Berarti Abi Yusuf jeung Imam Muzani akur pendapatna nyaeta “dua jumlah anu make huruf ataf eta teh kudu akur dina hukum mantuqna jeung hukum maskutna”. Ngan dina conto hadis diluhur duanana beda presepsi.

B. SYARAT
(5 makalah)

Nomor kadua tina mukhossis muttasil teh nyaeta Syarat.
1.      Ngaran Syarat : ما يلزم من عدمه العدم ولايلزم من وجوده وجود ولا عدم لذاته
H : “Perkara anu lamun euweuh misti kudu euweuh tapi mun aya teu misti kudu aya jeung teu misti kudu euweuh”
Lempengna mah mun euweuh syarat pasti euweuh masyrut, ngan mun aya syarat teu misti kudu aya masyrutna oge teu misti kudu euweuh masyrutna.
Conto saperti takbirotul ihrom pikeun sholat. Mun euweuh takbirotul ihrom pasti sholatna ge euweuh (teu sah), tapi mun maca takbirotul ihrom teu misti kudu aya sholat, bisa wae urang maca wungkul teu keur sholat. Oge ku maca takbirotul ihrom teu misti euweuh sholat.
Dina eta patokan aya 3 qayyid : Qayyid kahiji ما يلزم من عدمه العدم  , Qayyid kadua ولايلزم من وجوده وجود ولا عدم , Qayyid katilu لذاته  

-          Diqayyidan ku qayyid kahiji margi bisi aya presepsi لايلزم من عدمه شيئ  “mun euweuh maka teu misti kudu euweuh” nu disebut مانع.
-          Diqayyidan ku qayyid kadua margi bisi aya presepsi يلزم من وجوده الوجود  “mun aya pasti kudu aya” nu disebut سبب.
-          Diqayyidan ku qayyid nu katilu ngariksa tina مقارنة الشرط للسبب  (ngabarengannana syarat kana sabab) da eta mah dimana aya misti kudu aya, saperti haol anu jadi syarat wajibna zakat sarta nishob anu jadi sabab wajib zakat. Dimana aya haol jeung nishob maka misti aya wajib zakat.
Oge ngariksa tina مقارنة الشرط للمانع  (ngabarengannana syarat kana mani’) da eta mah dimana aya misti kudu euweuh saperti hutang jadi panyegah (مانع) tina wajibna zakat, mun aya hutang pasti euweuh wajib zakat. Tah eta conto dua syarat teh bisa luzum aya jeung euweuhna masyrut pedah ngabarengan kana sabab jeung mani’ lain pedah dzatiahna syarat. Maka teu kacakup ku patokan syarat.

2.      Syarat kabagi 4 bagian :
a.       ‘Aqli saperti sifat hayat jadi syarat pikeun ayana sifat ilmu
b.      ‘Syar’i saperti toharoh jadi syarat pikeun ayana sholat
c.       ‘Adi saperti taraje jadi syarat pikeun naek ka loteng
d.      Lughowi saperti اكرم بني تميم ان جاءوا   “anjeun kudu ngamuliakeun ka bani tamim lamun daratang”  atuh lamun teu datang mah teu kudu dimuliakeun.
Tah nu kaasup mukhossis mah / syarat anu sok nakhsis mah nyaeta nu ka 4 tegesna syarat Lughowi

3.      Syarat anu sok nakhsis eta teh teu beda saperti istisna dina perkawis ittisholna.
-          Numutkeun kaol asoh, perkawis kudu ittishol jeung henteuna syarat, eta teh ikhtilaf sami sareng ikhtilafna dina istisna. Nu jadi asalna ikhtilaf dina syarat nyaeta dina segat syarat lafadz ان شاء الله  
-          Saur sapalih kaol, dina syarat mah wajib ittishol kalawan ittifak, teu aya ikhtilaf. Tah saur mushonnif ge dina syarah al-minhaj “kami teu mendakan perbentrokan pendapat dina masalah syarat”

4.      Perkawis syarat anu tumiba saba’da pirang-pirang jumlah ;
-          Ceuk kaol asoh, leuwih utama balik kana sakeh jumlah dari pada istisna.
Conto : اكرم بني تميم وأحسن الى ربيعة واخلع على مضر ان جاءوك
“anjeun kudu ngamulyakeun ka bani tamim, jeung kudu gawe hade ka robi’ah, jeung kudu ngahormat ka mudlor, lamun tea mah datang ka anjeun”
Tiasa “syarat” balik ka mudor wungkul, ngan langkung utami balik kana sakabeh jumlah. Berarti kedah ngamuliakeun bani tamim mun daratang ka anjeun, kedah gawe hade ka robi’ah mun datang ka anjeun, kedah ngahormat ka mudlor mun datang ka anjeun
-          Saur sapalih kaol, syarat mah pasti balik kana sakabeh jumlah kalawan ittifak.
Nu jadi perbedaan, dina syarat mah eta teh kaya-kaya jadi mimiti kalam, tatkala dicaritakeun syarat eta teh kaya-kaya timimiti nyaritakeun jumlah ge syarat mah kaya-kaya tiheula dicaritakeunnana beda jeung istisna.
Matak tatkala nyaritakeun pirang-pirang jumlah tungtungna aya syaratan, maka pasti balikna teh kana sakabeh jumlah da ti mimiti na oge syarat mah kaya-kaya tiheula dicaritakeunnana.

5.      Dina syarat, meunang ngaluarkeun anu leuwih loba tibatan masyrutna
Conto : اكرم بني تميم ان كانوا علماء  “anjeun kudu ngamuliakeun ka bani tamim lamun teha mah kabeh palinter”  sedengkeun loba keneh nu barodona.
Beda jeung dina istisna. Dina istisna mah lamun mustasna leuwih loba tibatan mustasna minhu eta teh ikhtilaf dina meunang jeung henteuna.



C. SIFAT
(4 makalah)

1.      Bagian katilu tina mukhossis nyaeta sifat. Conto : أكرم بني تميم الفقهاء  “anjeun kudu ngamuliakeun bani tamim anu palinter” berarti kaluar tidinya bani tamim anu barodo mah teu kedah dimuliakeun

2.      Sifat teu beda sareng istisna dina masalah balik kana sakabeh jumlah anu jadi maoshuf na. Saur kaol asoh, upami aya sifat tumiba saba’da pirang-pirang maoshuf, maka eta sifat balik kana sakabeh maoshufna. Conto : وقفت على أولادي وأولادهم المحتاجين  “kuring wakaf ka budak kuring jeung incu kuring anu bararutuheun / anu miskin”. Tah eta sifat keuna ka budak, keuna ka incu.

3.      Lamun eta sifat tiheula tina maoshufna, sapertiوقفت على محتاجى أولادى وأولادهم   “kuring wakaf ka anu butuh ti pirang-pirang budak kuring jeung incu kuring”. Maka eta ge sami sifat balik kana sakabeh maoshuf tegesna budak jeung incu kakeunaan ku sifat, berarti anu teu butuh mah / anu geus beunghar, eta teu ka wakafan ku kuring.

4.      Lamun eta sifat ditengah-tengah antara pirang-pirang maosufna, conto ; وقفت على أولادي المحتاجين وأولادهم  “wakaf kuring ka budak-budak kuring anu miskin, jeung ka incu-incu kuring” tah ieu mah saur mushonnif teu mendak coretannana eta sifat balik kana sakabeh maosuf. Numutkeun kaol mukhtar, eta sifat keuna na teh kana sanu samemehna.

D. GHOYAH
(3 makalah)
1.      Bagian kaopat tina mukhossis muttasil teh nyaeta goyah. Conto : أكرم بني تميم الى أن يعصوا  “anjeun kudu ngamuliakeun ka bani tamim nepika maranehannana ma’siat” berarti kaluar tidinya mun bani tamim keur kaayaan ma’siat, eta mah ulah dimuliakeun.

2.      Dina ghoyah ge sami saperti istisna dina masalah balik kana sakabeh jumlah samemehna.
Conto : أكرم بني تميم وأحسن الى ربيعة وتعطف على مضر الى أن يرحلوا  “anjeun kudu ngamuliakeun ka bani tamim, kudu gawe hade ka robi’ah, kudu nyaah ka mudlor nepika yen ararindit kabeh” tah eta ararindit keuna kana sakabeh jumlah nu samemehna.

3.      Nu dimaksud ghoyah didieu nyaeta غاية تقدمها عموم يشملها لو لم تأت  “Ghoyah anu kapiheulaan ku umum anu mencakup kana eta goyah lamun tea mah teu didatangkeun”.
Conto dawuhan Alloh : قاتلوا الذين لايؤمنون بالله  dugika حتى يعطوا الجزية
Saur Alloh : “Aranjeun kudu merangan jalma-jalma nu teu iman ka Alloh sahingga maranehannana mayar kana jizyah” berarti nu sok mayar jizyah mah (kafir dzimmi) eta ulah diperangan.
Lamun eta goyah teu didatangkeun maka rek nu mayar jizyah rek nu henteu kabeh kudu diperangan.
Ghoyah didieu kapiheulaan ku lafadz الذين  anu umum, anu lamun teu didatangkeun ghoyah maka nu digoyahannana bakal kacakup ku الذين  anu kudu diperangan.

Ari kitu aya ghoyah anu henteu kitu ? aya, saperti dina dawuhan Alloh : سلام هي حتى مطلع الفجر   
Ieu ayat keur nyaritakeun waktu malam lailatul qodar teh dugika bijil fajar. Ieu memang goyah, tapi ieu goyah teu kaasup mukhossis sabab bijil fajar eta teh teu kaasup kana peuting. Lamun teu didatangkeun ge maka tetep bijil fajar teu kacakup dina peuting.
Tah fungsi goyah didieu mah lain pikeun takhsis, tapi لتحقيق العموم   pikeun nganyatakeun kaumuman nu samemehna. Bakatning ku teu eureun-eureun ganjaran lailatul qodar dugika beakna peuting tegesna bijil fajar tea.

Aya deui conto قطعت أصابعه من الخنصر الى البنصر   “kuring neukteuk ramo na si zaed timimiti cingirna nepika jariji na”. Tah ieu ge fungsi goyah lain pikeun takhsis, tapi sami pikeun لتحقيق العموم  bakatning diteukteuk kabeh nepika disebut tina cingir nepika jariji.

E. BADAL BA’DI MINAL KULLI

No kalima na tina mukhossis muttasil nyaeta badal ba’di minal kulli. Conto : أكرم الناس العلماء  “kudu ngamuliakeun anjeun ka manusa tegesna nu palalinterna” berarti manusa nu barodo mah teu kudu dimuliakeun.

Tapi ieu badal teu dibahas jadi mukhossis ku kalolobaan para ulama, pendapat kaloloabaan ulama disetujuan ku شيخ الامام والد المصنف  bahwa badal tara dipake nakhsis. Sabab cenah mubdal minhu eta teh niatna ge rek dieuweuh keun ku ayana badal, maka kaya-kaya euweuh we, maka rek nakhsis kumaha dan nu ditakhsis na ge direken euweuh.

FASAL II
MUKHSSIS MUNFASIL

1.      Ngaran Mukhossis Munfasil : ما يستقل بنفسه من لفظ او غيره
H : “Mukhossis anu mencil dirina boh berbentuk lafad atawa goer lafad”

2.      Mukhossis munfasil mimiti kabagi dua :
1.      التخصيص من لفظ   takhsis tina lafadz
2.      التخصيص من غير لفظ   Takhsis tina salian lafadz

Takhsis min goeri lafdzin aya dua :
1.      Takhsis bil hissi, nakhsis ku hissi.
Conto dawuhan Alloh : فى الريح المرسلة على عاد  تدمر كل شيئ   angin badai anu dikirimkeun ka kaom ‘ad eta teh ngahancurkeun kana saban-saban perkara. Ngan kaciri ku panon hissi aya nu teu hancur nyaeta awang-awang, tah awang-awang ditakhsis ku hissi nyaeta ku panon.
2.      Takhsis bil ‘aqli, nakhsis ku akal.
Conto dawuhan Alloh : الله خالق كل شيئ   “Alloh eta dzat anu nyiptakeun kana sagala perkara”. Ngan kapanggih ku akal bahwa Alloh teu ngadamel kana dzatna nyalira atawa rencang pikeun mantenna.
Beda jeung pendapat Kaol Syadz ti sapalih jalma, anu nyegah kana ayana takhsis bil ‘aqli. Pernyataan aranjeunna : ان ما نفى العقل حكم العام عنه لم يتناوله العام لأنه لاتصح ارادته   “perkara anu khusus, anu kaumumannana dinafikeun ku akal, eta perkara teh teu kaasup dina umumna sabab teu sah ngamaksudna” saperti dina conto diluhur, saleresna dzat Alloh atawa rencang Alloh eta teh kaasup شيئ , ngan ceuk akal moal mungkin Alloh ngadamel dzatna nyalira atawa rencang pikeun mantenna. Tah dzat Alloh atawa rencang alloh eta teh hukum na dinafikeun ku pemikiran akal, maka atuh dzat Alloh atawa rencang alloh eta teh teu kaasup شيئ  nu dina ayat. Matak teu aya gambaran nakhsis ku akal da nu ditakhsisna teu kacakup dina umumna.

Imam Syafi’i nyegah kana conto takhsis bil ‘aqli disebut takhsis. Saur anjeunna perkara anu ditangtukeun ku akal mah lain disebut takhsis.

Ikhtilaf didieu ngan dina lafadna wungkul da sabenerna bisa bisa keneh akal nganafikeun kana perkara nu kakeunaan ku hukum ‘am, ngan ceuk sapalih nu kitu teu disebut takhsis, ceuk kaula mushonnif mah nu kitu oge disebut takhsis.

Takhsis min lafdzin aya 8 :
1.      Nakhsis Qur’an ku Qur’an
2.      Nakhsis Hadis ku Hadis
3.      Nakhsis Hadis ku Qur’an
4.      Nakhsis Qur’an ku Hadis Mutawatir
5.      Nakhsis Qur’an ku Hadis Ahadi
6.      Nakhsis ku Qiyas
7.      Nakhsis ku Mafhum
8.      Nakhis ku Fi’lu Nabi

3.      Meunang hukumna Naskhsis qur’an ku Qur’an
Conto : ayat والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء  ditakhsis ku ayat وأولات الحمل أجلهن أن يضعن حملهن
Kesimpulanna : ‘iddah tolak teh tilu kali sucian kajaba anu reuneuh eta mah beak ‘iddahna teh ku ngajuru.

Ceuk sapalih kaol mah teu meunang nakhsis qur’an ku qur’an deui sabab aya dawuhan Alloh وأنزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم  dina ieu ayat alloh masrahkeun kana bayan (penjelasanna) ka kanjeng rosul. Ari takhsis eta teh kaasup bayan, maka moal aya takhsis kajaba ti kanjeng rosul.

Ah ceuk kaula mushonnif mah meunang, tur aya contona nyaeta ayat ‘iddah diluhur. Lamun aya kaol nu teu ngameunangkeun nakhsis qur’an ku qur’an, alasanna pedah kitu, tah ceuk kaula mah asalna ge da teu aya takhsis, anapon penjelasan ti rosul eta mah keuna kana penjelasan anu diturunkeun ku Alloh ka Mantenna. Pan Alloh ngadawuh : ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ  . saur Alloh “Kami nurunkeun ka anjeun Muhammad kana Al-Qur’an pikeun ngajelaskeun kana sagala perkara” Qur’an ge kaasup شيئ , matak meunang qur’an dijelaskeun (ditakhsis) ku qur’an, tah hakekatna penjelasan rosul eta teh penjelasan anu akur jeung Al-Qur’an, atuh sah-sah wae qur’an ditakhsis ku qur’an deui.

4.      Meunang hukumna Nakhsis Hadis ku Hadis
Conto : hadis فيما سقت السماء العشر  ditakhsis ku hadis ليس فيما دون خمسة أوسق صدقة  
Kasimpulanna pertanian anu diceborna ku hujan (teu make biaya irigasi) eta wajib dizakatan 1/10 na, kajaba lamun kurang tina 5 ausak, eta mah teu wajib dizakatan.

Ceuk sapalih kaol mah teu meunang nakhsis hadis ku qur’an, alasanna: nu berhak ngajelaskeun mah ngan qur’an ; وأنزلنا اليك الذكر لتبين للناس  , tapi saur kaula mah meunang tur aya conto na. Cariosan rosul eta teh hakekatna mah cariosan Alloh.

5.      Meunang hukumna Nakhsis Hadis ku Qur’an
Conto : hadis imam hakim : ما قطع من حي فهو ميت   di takhsis ku ayat : ومن أصوافها وأوبارها وأشعارها
Kasimpulanna : anggota badan anu pisah tina badan na hayawan anu hirup, eta teh kaasup bangke tegesna hukumna najis, kajaba bulu domba, bulu onta jeung bulu embe eta mah teu najis.

Ceuk sapalih kaol mah teu meunang, karana aya dawuhan Alloh لتبين للناس ما نزل اليهم   dina ieu ayat dicarioskeun Alloh ngajanten keun ka kanjeng nabi sebagi bayan pikeun Al-Qur’an, atuh sabalikna Qur’an eta teu bisa jadi bayan kana dawuhan nabi.

Saur kaula mushonnif mah henteu kitu, Qur’an jeung hadis eta teh hakekatna mah ti Alloh ti Alloh keneh. وما ينطق عن الهوى ان هو الا وحي يوحى “teu pati-pati ngucap nabi kajaba ucapan nana teh wahyu ti Alloh”. jadi meunang hadis oge di takhsis ku Qur’an, da duanana oge papada ti Alloh.
Aya deui dalil anu ngameunang keun nakhsis hadis ku Qur’an nyaeta : ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ  Alloh ngajadikeun kana Qur’an pikeun penjelasan kana sagala perkara. Kapan hadis ge termasuk kana شيئ  . atuh meunang Qur’an jadi bayan tegesna mah nakhsis kana hadis.

6.      Meunang hukumna Nakhsis Qur’an ku hadis Mutawatir
Conto :

Ceuk sakaol mah teu meunang nakhsis Qur’an ku hadis mutawatir anu bangsa fi’liyah, alasanana ngke aya dina bab fi’lu nabi. Saenyana padamelan rosul eta teh teu bisa jadi takhsis.

7.      Perkawis Nakhsis Qur’an ku Hadis Ahadi / Khobar wahid, aya 5 kaol :
1.      Jumhur
Meunang hukumna nakhsis qur’an ku khobar wahid kalawan mutlak tegesna mah rek qot’i atawa dzonni, rek munfasil atawa muttasil.
Conto : ayat يوصيكم الله في اولادكم  ditakhsis ku hadis ahad لاميراث لقاتل ولاوصية لوارث  
Kasimpulanna : kabeh budak kudu dibere warisan kajaba lamun paehna si bapana gara-gara dipaehan ku budakna.

2.      Sapalih Kaol
Teu meunang hukumna nakhsis qur’an ku khobar wahid kalawan mutlak, sabab bisi kajadian dalil qot’i eleh ku dalil dzonni.
Ceuk kaula mushonnif mah justru tempatna takhsis teh eta dilalah ‘am kana sawareh afrodna, eta teh dzonni, maka meunang ditakhsis ku khobar wahid anu statusna dzonni, karana aya qo’idah aglabiyah العمل بالظنين أولى من الغاء أحدهما   ngamalkeun dua dzon eta langkung utami tibatan nganggurkeun salah sahijina.

3.      Ibnu Abban
Meunang qur’an ditakhsis ku khobar wahid lamun samemehna, eta qur’an geus ditakhsis ku dalil anu qot’i rek anu muttasil atawa munfasil sapertikeun ditakhsis ku akal. Alasanna margi dilalah ‘am nu aya dina qur’an jadi lemah tegesna jadi dzonni nalika geus ditakhsis ku anu qot’i matak meunang ditakhsis ku khobar wahid anu statusna dzonni. Beda jeung lamun can ditakhsis ku anu qot’i, atawa ditakhsis na ku anu dzonni, eta mah teu meunang ditakhsis ku khobar wahid.
Ieu kaol ibnu abban teh berdasar kana pendapat anu tipayun anu nyebutkeun ان ما خص باللفظ حقيقة  “perkara anu ditakhsis ku lafad eta teh kaasup hakekat”. Tegesna afrod anu nyesa saba’da ditakhsis ku lafad eta teh masih keneh hakekat, atuh dilalah ‘am na kuat keneh da nyasar kana sasena.
Dikomentar ku mushonnif, ceuk kaula mah cenah justru sabalikna ibnu abban, tatkala ibnu abban ngabedakeun status antara qot’i jeung dzonni, ceuk kaula mah meunang qur’an ditakhsis ku khobar wahid teh lamun samemehna geus ditakhsis ku dalil anu dzonni. Naha kitu ? sabab ceuk tiheula ge afrod ‘am lamun ditakhsis ku akal, eta teh kaya-kaya teu kaasup kana ‘am na. Atuh lamun kitu mah lafadz ‘am na kuat keneh, henteu lemah.
Saperti dina ayat ان الله على كل شيئ قدير   kabeh keuna ku qudrot Alloh kajaba nu wajibat jeung mustahilat, eta mah ceuk akal teu keuna ku qudrot Alloh. kaya-kaya wajibat jeung mustahilat teu kaasup dina afrod شيئ  , atuh dilalah ‘am anu aya dina ayat eta teh masih kuat keneh.

4.      Imam Karhi
Meunang qur’an di takhsis ku khobar wahid lamun samemehna eta qur’an geus ditakhsis ku takhsis munfasil rek anu qot’i atawa dzonni sabab dilalahna ‘am jadi lemah nalika ditakhsis ku takhsis munfasil. Beda jeung lamun can pernah ditakhsis eta mah jelas dilalah ‘am masih kuat keneh, atawa pernah ditakhsis ku takhsis muttasil, eta ge dilalah ‘am teu jadi lemah da upami ningali kana muttasilna, dilalah ‘am na teh masih keneh aya. Matak kuat keneh.
Ieu kaol imam karhi berdasar kana pendapat anu tipayun anu nyebutkeun ان المخصوص بما لم يستقل حقيقة  “perkara anu ditakhsis ku takhsis anu teu bisa mencil tegesna muttasil eta teh kaasup hakekat”. Tegesna afrod ‘am sesana saba’da ditakhsis ku muttasil eta teh kaasup hakekat. Atuh dilalah ‘am na teh masih keneh kuat.

5.      Qodi Abu Bakar Al-Baqilani
Tawakuf tegesna ah hese nganyahokeun naha meunang jeung henteuna mah.
Ngan ceuk kaula mushonnif mah meunang-meunang wae lantaran aya conto na nyaeta :
Ayat: يوصيكم الله في اولادكم   ditakhsis ku hadis لايرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم
Kasimpulanna : kabeh budak kudu dibere warisan kajaba lamun beda agama. Eta hadis nilai kadar dina dipake hujjahna, pangkat dzonni.
Upami perkawis nakhsis hadis mutawatir ku hadis ahadi eta engke bakal aya pembahasan dina ikhtilafna sesuai panuqilan tina dawuhan Qodi Al-Baqilani oge tina dawuhan imam baedowi anu nambahan pembahasan guruna.

8.      Perkawis nakhsis nash (Qur’an Hadis) ku Qiyas, aya 7 kaol ;
1.      Mushonnif
Meunang hukumna nakhsis qur’an / hadis ku qiyas. Tegesna qiyas anu hukum asalna bersumber tina nas anu khusus sanajan pangkatna khobar wahid.

2.      Imam Ar-Rozi
Teu meunang nakhsis ku qiyas kalawan mutlak. Sabab bisi kajadian qiyas ngelehkeun kana nash.

3.      Abu Ali Al-Jubbai
Teu meunang nakhsis ku qiyas lamun qiyasna qiyas khofi sabab qiyas khofi mah lemah. Beda jeung qiyas jali. Engke cenah penjelasanna mah aya dipayun. Tapi saleresna ieu tafsilan teh kenging di tukil ti ibnu suraij. Ari anu ditukil ti Al-Jubbai mah teu meunang kalawan mutlak.

4.      Ibnu Abban
Teu meunang nakhsis ku qiyas lamun samemehna can pernah ditakhsis kalawan mutlak. Lamun samemehna pernah ditakhsis mah meunang ditakhsis deui ku qiyas, sabab statusna jadi lemah (dzonni).

Maksad mutlak ceuk ibnu abban didieu, tegesna mah samemehna geus pernah ditakhsis, rek ditakhsis kunu qot’i atawa dzonni. Ari dina takhsis bikhobaril wahid mah ceuk ibnu abban meunang lamun samemehna ditakhsis ku anu qot’i. Tah pangna beda, margi saur anjeunna mah Qiyas eta teh leuwih kuat tibatan khobar wahid salagi rowina lain ahli fiqih.

5.      Sawareh kaom
Teu meunang nakhsis ku qiyas lamun maqis aleh na teu di takhsis tina umum anu aya dina nash. Atuh  lamun si maqis aleh na dikaluarkeun tina umum maka eta mah meunang eta qiyas nakhsis kana nash. Gambaran nu teu meunang aya dua :
1.      لم يخص من العام أصل القياس  / maqis aleh teu di takhsis tina ‘am na
Conto : aya nash “jalma nu zina wajib di had”
Aya pernyataan hasil qiyas : “teu wajib di had jalma anu ngazinahan amat milik batur, sabab di qiyas keun kana ngazinahan hayawan milik batur”
Ieu qiyas (amat) teu bisa nakhsis kana nash sabab maqis aleh na (hayawan) teu ditakhsis tina nash.

2.      أو خص منه غير أصل القياس  / salian maqis aleh di takhsis tina ‘am na
Conto : aya nash : “jalma nu zina wajib di had” di takhsis ku abid, tuluy amat diqiyaskeun kana hayawan.
Ieu qiyas (amat) teu bisa nakhsis kana nash sabab nash na di takhsis ku abid anu lain maqis aleh da maqis aleh na mah hayawan.

Gambaran nu meunang nyaeta :
3.      أو خص من العام أصل القياس  / maqis aleh ditakhsis tina ‘am na
Conto : “jalma nu zina wajib di had” ditakhsis ku abid, tuluy amat di qiyaskeun kana abid.
Ieu qiyas (amat) bisa nakhsis kana nash sabab maqis alehna (abid) dikaluarkeun tina nash.

6.      Imam Karkhi
Teu meunang nakhsis ku qiyas lamun ‘am na can pernah ditakhsis ku takhsis munfasil, gambaran ‘am na can pernah ditakhsis pisan, atawa pernah ditakhsis ngan ku takhsis muttasil.
Atuh lamun ‘am na geus pernah ditakhsis ku munfasil, maka eta ‘am meunang ditakhsis deui ku qiyas, sabab tatkala ditakhsis ku munfasil, dilalah na jadi lemah.

7.      Imam Haromaen
Tawakuf, tegesna teuing meunang teuing teu meunang.

Ceuk kaula mushonnif mah إعمال الدليلين اولى من إلغاء أحدهما   ngamalkeun dua dalil leuwih utama tibatan nganggurkeun salah sahijina.
Aya gening contona nyaeta dawuhan Alloh : الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة  ditakhsis ku ayat : فاذا أحصن فان أتين بفاحشة فعليهن نصف ما على المحصنات من العذاب
Ieu geus jelas bahwa “jalma nu zina rek lalakina rek awewena di had ku saratus jilidan kajaba amat, eta mah 50 jilidan”

Abid di qiyaskeun kana amat dina pada statusna akur. Maka abid anu ladang tina qiyas eta bisa nakhsis kana ayat الزانية والزاني

9.      Numutkeun kaol arjah Meunang hukumna nakhsis ku mafhum rek mafhum muwafaqoh atawa mukholafah.
Sanajan ceuk kami dilalah kana mafhum muwafaqoh teh dilalah bangsa qiyas, tetep we lah meunang dipake nakhsis.

-          Conto nu muwafaqoh :
 من أساء عليك فعاقبه  “jalma nu gawe goreng ka anjeun, pek we siksa” ditakhsis ku mafhumna tina lafadz  إن أساء زيد اليك فلاتقل لهما أف  “lamun si zaed gawe goreng ka anjeun maka ulah wani ngucapkeun uff” mafhumna komo lamun milaraan mah. jadi ulah wani milaraan ka zaed.
Tah nash nu pertama meunang di takhsis ku zaed ladang ngamafhum tina redaksi nu kadua, berarti kesimpulan takhsisna “jalma nu goreng ka anjeun, pek we siksa, kajaba zaed”.

-          Conto nu mukholafah :
Hadis : الماء لاينجسه شيئ الا ما غلب على ريحه وطعمه ولونه  (cai eta teu jadi najis ku perkara naon wae kajaba lamun barobah rupa rasa ambeu na)
ditakhsis ku mafhum tina hadis اذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث (dimana cai tepi kana dua kulah maka teu jadi najis) mafhumna atuh lamun kurang tina dua qulah mah jadi najis.
Tah hadis nu pertama ditakhsis ku mafhum tina hadis nu kadua.
Berarti kesimpulan takhsisna “cai teu jadi najis ku perkara naon wae kajaba lamun kurang tina dua kulah”.

10.  Meunang hukumna ceuk kaol asoh, nakhsis ku fi’lu nabi jeung taqrirna (padamelan jeung pangantep nabi).
Conto : الوصال حرام على كل مسلم  (saom wishol eta teh haram ka sakabeh jalma muslim) kari-kari nabi midamel atawa misalkeun ngantep ka jalma nu puasa wishol, maka meunang eta fi’lu atawa taqriri nabi nakhsis kana nash.
Kesimpulan takhsisna “Saom wishol eta teh haram ka sakabeh muslim kajaba Nabi
Ngan ceuk sapalih kaol mah fi’lu jeung taqriri nabi teu bisa nakhsis kana ‘am, balikta lain nakhsis tapi nganasakh kana hukum ‘am na sabab asalna ge manusa akur dina hukumna. Ku mushonnif diwaler bahwa takhsis eta teh leuwih utama tibatan nasakh sabab dina takhsis mah dua dalil bisa ka amalkeun.

AYA 4 PERKARA NU TEU BISA DIPAKE NAKHSIS
1.      Nga ‘ataf keun lafadz ‘am kana khos atawa sabalikna
2.      Balikna dlomir kana sawareh afrodna ‘am
3.      Pendapat rowi anu ngariwayatkeun hadis ‘am kalawan beda jeung ‘am na
4.      Nyaritakeun sebagian tina ‘am bari dibarengan ku hukum ‘am

11.  Numutkeun kaol Ashoh nga ‘atafkeun lafadz ‘am kana khos atawa sabalikna eta henteu berarti nakhsis kana ‘am na. Ceuk sapalih kaol mah eta berarti nakhsis kana ‘am na sabab kudu akur antara ma’tuf jeung ma’tuf ‘aleh na boh dina hukumna atawa dina sifatan hukumna. Lamun ma’tuf alehna khos maka ma’tuf anu ‘am ge kudu khos. Ceuk kami mah lamun dina sifatan hukumna mah teu meunang akur antara ma’tuf jeung ma’tuf aleh.
-          Conto nu sabalikna : ngatafkeun khos kana ’am:
Hadis Abi Dawud : لايقتل مسلم بكافر ولا ذوعهد في عهده
H : “Ulah dibunuh Jalma muslim kupedah manehannana maehan jalma kafir, oge ulah dibunuh kafir dzimmi (kusabab maehan kafir harobi)”
Kafir nu kahiji umum rek harobi atawa lain harobi, sabab nakiroh dina kalam nafi. Kafir nu kadua khusus kafir harobi, sabab parantos ijma kafir dzimmi dibunuh deui lamun maehan kafir dzimmi, berarti maksad ulah dibunuh kafir dzimmi teh kusabab maehan kafir harobi.
Kafir nu kadua (khusus) diatafkeun kana kafir nu kahiji (umum), ceuk mushonnif nu kadua teu nakhsis kanu kahiji, ceuk imam hanafi mah nakhsis; dina nu kahiji (ma’tuf aleh) nakdirkeun kafir harobi, sabab kudu akur antara ma’tuf aleh jeung ‘atafna dina sifatan hukumna. Berarti ceuk hanafi mah jalma muslim ulah dibunuh mun maehan kafir harobi, ngan mun maehan kafir dzimmi mah kedah dibunuh (diqisos).
-          Conto nu kahiji : ngatafkeun ‘am kana khos :
لايقتل الذمي بكافر ولا المسلم بكافر
H : “Ulah dibunuh kafir dzimmi kusabab maehan kafir harobi, oge ulah dibunuh jalma muslim kusabab maehan jalma kafir”
Kafir nu kahiji maksudna kafir harobi (khusus). Ceuk mushonnif kafir nu kadua umum rek harobi atawa lain harobi. Kafir nu umum diatafkeun kana kafir nu khos, eta teh teu berarti nakhsis. Ceuk hanafi mah kafir nu kadua ge maksudna kafir harobi sabab akur antara ma’tuf jeung ma’tuf alehna.

12.